Kamis, 28 Juni 2012

Sang Jenderal Besar Soeharto Senantiasa Diselimuti Dunia Mistik












Dalam kehidupannya, Soeharto tak lepas dari nilai-nilai filosofi Jawa.
Ia memang terlahir dari lingkup tradisi Jawa yang sangat kental. Laku
prihatin berupa puasa dan semedi biasa ia lakoni. Berkaitan itu
masyarakat, khususnya di Jawa, selalu mengaitkan mantan penguasa Orde
Baru tersebut dengan dunia mistik.

ADALAH sang ibu, Sukirah yang berperan besar menorehkan ajaran
kejawen. Konon, setelah melahirkan Soeharto, Sukirah sempat menghilang
selama 40 hari lamanya. Tak ada yang tahu ke mana dia pergi. Setelah
pulang ia mengaku bertapa untuk masa depan anaknya yang baru
dilahirkannya itu.

Saat menjadi presiden, filosofi itu tik ia tanggalkan. Ia menjalankan
kepemimpinannya berdasar tradisi Jawa. Salah satu ciri utama filosofi
Jawa yang benar-benar dihayati Soeharto adalah penghormatan terhadap
harmoni dan keselarasan hubungan antara manusia dan alam semesta.
Dalam menjaga harmonisasi dengan alam, banyak sekali upacara yang
dipertahankan oleh Soeharto.

Soeharto percaya dengan mempraktikkan upacara-upacara itu, ia akan
memperoleh kebijaksanaan dan harmoni. Ia begitu konsisten
menyelenggarakan selamatan, upacara tradisional, baik pada upacara
kelahiran, ulang tahun, pernikahan, maupun acara kematian. Itu semua
dilakukan agar terjadi keseimbangan.

Bukan hanya dalam kehidupan pribadi dan keluarga Soeharto melaksanakan
upacara-upacara kejawen. Dalam menjalankan roda pemerintahan yang
dipimpinnya selama tiga dekade, ia juga menerapkannya. Untuk
kepentingan dan momen apapun upacara itu dilaksanakan, terdapat satu
prinsip utama yang diyakini Soeharto, yaitu harmonisasi.

Dalam konteks kekuasaan, istilah harmonisasi yang dipahami Soeharto
sebenarnya tidak berkonotasi pada keselarasan dan kebijaksanaan,
melainkan lebih bernuansa pada tindakan-tindakan mempertahankan
kekuasaan meskipun harus menempuh jalan kekerasan. Harmonisasi dalam
kosa kata pemerintahan Orde Baru juga bermakna penertiban,
pendisiplinan, pencekalan dan pembredelan, penculikan, bahkan
pembunuhan. Itulah mengapa, upacara-upacara kejawen yang dilakukan
Soeharto bagi kelangsungan kekuasaannya jauh dari nuansa keluhuran dan
keadiluhungan budaya, tapi lebih bersifat magis-metafisis- pragmatis.

Soeharto sendiri mendapatkan pendalaman pada dunia mistis dari Kiai
Daryatmo, seorang guru agama dan mistik Jawa. Dari kiai ini, Soeharto
muda mendapat pengetahuan tentang pengobatan, tentang laku, dan
tentang semedi. Dalam bukunya, Soeharto: Pikiran, Ucapan dan Tindakan
Saya, nama Daryatmo disebut-sebut.

Soeharto mengakui Daryatmo banyak memberi inspirasi dalam perjalanan
hidupnya. Bahkan sampai menjadi presiden. Mantan Menteri Penerangan
Mashuri bahkan pernah menuturkan, setiap bulan sedikitnya satu kali,
Soeharto datang menemui Daryatmo untuk minta petunjuk.

Ritual mistis yang dijalani Soeharto adalah bersemedi atau bertapa di
tempat-tempat keramat atau wingit.

Sumber yang pernah mendampingi pria berjuluk The Smiling General itu
melakukan laku mistis mengungkapkan, Gunung Lawu jadi tempat favorit
Soeharto. Gunung Lawu memang merupakan salah satu pusat kekuatan
mistik di Jawa

Selain Lawu, tempat favorit Soeharto bersemedi adalah tempat keramat
di Gunung Srandil, Dieng, danau Pacitan, dan sebuah gua di Cilacap.
Paranormal Permadi, Adjikosoemo, dan sejarawan MT Arifin membenarkan
tempat-tempat itu merupakan tempat yang sering dipakai semedi Soeharto.

Tak hanya bertapa di tempat keramat, Soeharto sering melakukan ritual
berendam diri dalam air atau dalam kepercayaan Jawa disebut tapa
kungkum. Tapa kungkum itu dilakukan Soeharto sejak muda bahkan ketika
sudah menjabat presiden.

Tempat-tempat yang sering digunakan kungkum Soeharto adalah Petilasan
Panembahan Senopati di Dlepih, Tirtomoyo, Wonogiri. Pelaku kebatinan
yang cukup akrab dengan almarhum Ny Tien Soeharto menuturkan, tempat
tersebut sering dikunjungi Soeharto sejak muda hingga menjelang
menjabat presiden.

Sedangkan di saat menjadi Pangdam Diponegoro, tempat kungkum Soeharto
adalah di Kaligarang, Semarang. Di tempat Soeharto dulu sering kungkum
itu, sekarang dibangun sebuah monumen yang disebut Tugu Soeharto.

Setelah menjadi presiden, Soeharto masih sering menjalani ritual itu.
Lokasi yang dipilih adalah sebuah tempat di Bogor. Tempat itu bukan
lagi lokasi terbuka karena sudah didirikan sebuah bangunan rumah.
Rumah ini dimiliki Almarhum Pak Sudjono Humardani, salah satu
penasehat spiritual Soeharto.

Tapa kungkum dipercaya tidak hanya berefek secara mistis. Namun juga
membangun kekuatan fisik agar lebih kuat dan tahan terhadap serangan
penyakit. Seseorang yang rajin melakoninya akan menjadi lebih sehat.

Ia akan memiliki kesehatan organ pernapasan yang tangguh serta tidak
mudah lelah meskipun sudah dalam kondisi tua.

Selain laku mistis, putra Sukirah dan Kertorejo itu juga senang
mengoleksi pusaka untuk menambah kekuatannya. Salah satu pusaka yang
dipinjam Soeharto untuk menambah kekuatannya adalah pusaka andalan
Kraton Solo.

Dan tidak hanya itu, Soeharto juga dipercayai memiliki "pendamping" .
Pendamping ini adalah salah satu Raja perempuan alam bawah laut. Dia
adalah kakak seperguruan Nyai Roro Kidul.

Kentalnya nuansa magis dalam kehidupan Soeharto tak urung membuat
orang selalu mereka-reka hal-hal mistis dengan apa yang terjadi pada
diri Soeharto. Saat akan lengser dari kedudukannya sebagai presiden
banyak penanda alam yang sebenarnya telah muncul.

Hilangnya konde sang istri Siti Hartinah Soeharto sesaat setelah
meninggal adalah pertanda lepasnya kekuasaan yang digenggam. Kehebatan
Soeharto, kata banyak paranormal, terletak pada konde Bu Tien. Selama
ini, Bu Tien yang menjadi perantara turunnya wangsit-wangsit penting,
karena dia yang secara genetik memiliki garis keturunan dari raja-raja
Jawa. Saat konde itu hilang, secara mistik Soeharto tak lagi memiliki
legitimasi.

Tanda-tanda berakhirnya kekuasaan Soeharto kian nyata saat palu yang
diketukkan Harmoko (Ketua MPR waktu itu) untuk mengesahkan
pengangkatan kembali Soeharto sebagai presiden Indonesia periode
1998-2003 pada Sidang Umum MPR 1998 patah menjadi dua. Palu yang
patah, begitu tafsir banyak paranormal, adalah simbol bakal
berakhirnya kekuasaan Soeharto. Dan terbukti, pada 21 Mei 1998,
Soeharto dipaksa melepaskan kekuasaannya, meskipun pendapat yang
mengatakan bahwa lengser keprabonnya Soeharto disebabkan oleh konde Bu
Tien yang hilang dan palu yang patah belum tentu benar.

Dan kini saat mantan Presiden Soeharto berada di rumah sakit lagi,
hal-hal mistis pun kembali menyelubunginya. Salah satunya, sakit
Soeharto dikaitkan dengan longsornya Gunung Lawu.

Salah seorang paranormal Prof Limbad (Mbah Lim) menduga umur Soeharto
tidak akan lama lagi. Menurut Mbah Lim, tanda-tanda alam
memperlihatkan tahun ini akan menjadi tahun terakhir bagi pria
kelahiran Kemusuk, Argomulyo, Yogyakarta, 8 Juni 1921 tersebut.

Pertanda alam yang dimaksud Mbah Lim, salah satunya adalah adanya
longsor di Tawangmangu, Karanganyar, di lereng Gunung Lawu, pada 26
Desember lalu yang mengakibatkan puluhan orang tewas. Meluapnya
Bengawan Solo juga direka-reka sebagai penanda serupa.

Benar tidaknya, hanya Tuhan yang tahu. Tapi dalam Babad Tanah Jawi
tercatat, tiga abad lalu ketika Sultan Agung mangkat gunung bergemuruh.

Beberapa hari setelah Mao Zedong meninggal, Negeri Cina diguncang
gempa hebat. Beberapa saat sehabis Nehru wafat, Sungai Gangga konon
meluap. (Nash/berbagai sumber-09)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar